
Chai Kue: Jajanan Peranakan Tionghoa yang Melegenda di Kalimantan Barat
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya, termasuk dalam hal kuliner. Salah satu jajanan tradisional yang unik dan menjadi bagian dari kekayaan budaya kuliner Indonesia adalah Chai Kue. Kue ini merupakan warisan dari budaya Peranakan Tionghoa, khususnya yang berkembang di wilayah Kalimantan Barat, seperti Pontianak, Singkawang, dan sekitarnya.
Meski berasal dari akar budaya Tionghoa, Chai Kue telah menyatu dengan lidah masyarakat lokal dan menjadi salah satu camilan favorit lintas etnis di Kalimantan Barat.
Apa Itu Chai Kue?
Chai Kue atau yang juga dikenal sebagai Choi Pan dalam dialek Hakka, adalah sejenis kue kukus berbentuk lonjong yang memiliki kulit bening dan lembut. Di dalamnya berisi aneka sayuran seperti bengkoang, kucai, talas, atau rebung yang ditumis dengan bumbu sederhana namun gurih. Disajikan dengan saus bawang putih goreng atau sambal cabai bawang, Chai Kue menawarkan cita rasa yang ringan, segar, dan tidak membosankan.
Asal-Usul dan Perkembangan
Chai Kue dibawa oleh masyarakat rajazeus login Tionghoa yang bermigrasi ke Kalimantan sejak abad ke-18. Di kawasan seperti Singkawang—yang dikenal sebagai “Kota Seribu Kelenteng”—kuliner Tionghoa berkembang pesat dan berasimilasi dengan budaya lokal. Dari situ, Chai Kue pun lahir sebagai bentuk adaptasi makanan Tionghoa yang disesuaikan dengan bahan dan cita rasa lokal.
Nama “Chai Kue” sendiri berasal dari kata “chai” yang berarti sayuran, dan “kue” yang berarti kue. Sehingga secara harfiah, Chai Kue berarti “kue isi sayuran”.
Aneka Varian Isi yang Menggoda
Yang menarik dari Chai Kue adalah variasi isiannya. Setiap rumah tangga atau penjual bisa memiliki resep rahasia masing-masing. Namun, secara umum, berikut adalah isian Chai Kue yang paling populer:
-
Kucai
Memiliki aroma khas dan rasa sedikit pedas alami, cocok bagi pencinta sayuran segar. -
Rebung
Rebung muda yang diiris tipis dan ditumis memiliki tekstur renyah serta aroma unik. -
Talas
Isian ini memberikan rasa gurih dan lembut, cocok bagi yang menyukai tekstur creamy. -
Bengkoang
Isian ini memberikan sensasi segar dan sedikit manis alami. -
Keladi (umbi talas parut)
Lebih jarang ditemukan, namun disukai karena memberikan rasa yang khas dan kenyal.
Cara Penyajian yang Khas
Chai Kue biasanya dikukus hingga matang, lalu disajikan dalam keadaan hangat. Tak lengkap rasanya jika tidak disiram dengan minyak bawang putih goreng yang gurih dan harum. Ada juga yang menambahkan sambal cabai bawang untuk yang menyukai sensasi pedas.
Beberapa penjual bahkan menyediakan versi goreng dari Chai Kue. Setelah dikukus, kue akan digoreng hingga kulitnya renyah di luar namun tetap lembut di dalam. Versi goreng ini juga sangat populer dan banyak dicari sebagai jajanan sore.
Makna Budaya di Balik Chai Kue
Bagi masyarakat Peranakan Tionghoa di Kalimantan Barat, Chai Kue tidak hanya sekadar jajanan. Kue ini kerap dihidangkan dalam acara-acara penting seperti Imlek, ulang tahun, sembahyang leluhur, hingga sebagai suguhan untuk tamu.
Membuat Chai Kue juga sering menjadi kegiatan keluarga. Mulai dari menyiapkan isian, membuat adonan kulit, hingga proses membungkus, semua dilakukan bersama-sama. Dari sini, Chai Kue juga menjadi simbol kebersamaan dan kekeluargaan.
Chai Kue Kini: Dari Tradisi ke Komersial
Seiring perkembangan zaman, Chai Kue tidak hanya ditemukan di pasar tradisional atau rumah-rumah etnis Tionghoa saja. Banyak pelaku UMKM dan generasi muda di Kalimantan Barat yang mulai menjual Chai Kue secara online, bahkan mengemasnya secara modern untuk dijual ke luar kota hingga luar negeri.
Beberapa kafe atau restoran bahkan memasukkan Chai Kue ke dalam menu mereka sebagai upaya memperkenalkan makanan tradisional ini kepada generasi muda dan wisatawan. Inovasi pun berkembang, seperti menambahkan topping kekinian, atau membuat varian isi modern seperti keju atau jamur.
BACA JUGA: Menjelajahi Kuliner Afrika di Jakarta Restoran Wajib Dikunjungi